Melanjutkan postingan sebelumnya 🙂
Perjalanan dari Malang menuju hotel tempat kami menginap di Bromo memakan waktu 2 jam. Perlahan matahari tenggelam, langit makin gelap, dan udara di luar tentunya semakin dingin.

Ditambah lagi jalanan mulai menanjak dan tekstur jalan yang tidak rata membuat saya tidak tahan untuk memejamkan mata, agar tidak merasa mual.
Tetapi teriakan teman-teman membuyarkan keinginan tidur. Teriakan mereka untuk melihat ke atas langit dan subhanallah, jaraaaaang banget saya bisa melihat langit super jernih dan dipenuhi bintang sebanyak itu.

this amazing photo cr to the owner
Saking terpesonanya udah ngga kepikiran buat foto, sekedar buka jendela untuk melihat lebih jelas aja ngga sanggup, anginnya dingin banget cuuy.
Oiya, ada beberapa hal yang harus kalian persiapkan sebelum melihat matahari terbit (sunrise) di bromo.
- Pakaian untuk musim dingin seperti jaket, coat, atau sweater tebal
- Syal atau pasmina untuk menutupi leher, pakaian turtle neck juga bisa
- Sarung tangan!
- Pakailah sepatu, jangan sandal, kalau kalian ngga mau kaki biru-biru karena kedinginan
- Kaos kaki! wajib banget dipakai.
- Senter kecil, karena ketika menuju bukit penanjakan gelapnya ngga kira-kira, jangan sampai salah gandeng pacar orang #eh
- Masker, menghindari debu dan serangan virus dari bersin orang lain
- Lebih baik tidak memakai celana jeans, karena membuat kaki makin dingin, kalaupun pakai lebih baik sebelumnya memakai legging biar lebih hangat.
- Kacamata, makin lama makin silau ciiing, sulit mau foto-foto #eaaaa

Saran, berangkat lebih pagi dari hostel menuju bukit penanjakan agar kalian mendapat spot terbaik. Makin cepat berangkat jeep bakal dapat parkir di depan dan kalian ngga perlu jauh-jauh jalan kaki menuju atas bukit.
Kami sudah berangkat lebih pagi dan ketika sampai di atas, wuussh banyak banget orangnya, haha, pada nginep kali ya buat jagain tempat. Dan ketika matahari mulai terbit, orang makin beringsek maju ke depan untuk melihat lebih dekat dan mendapatkan foto yang bagus.
Saya juga ngga mau ketinggalan buat nyempil sana sini agar bisa memotret dengan jelas.
Di luar banyaknya orang yang mengelu-elukan keindahan matahari terbit di Bromo, ngga sedikit orang yang bilang “overrated“. Saya mendengar hal tersebut saat lagi berdesak-desakan dengan orang yang juga berniat mengambil foto.
Sedih sih dengernya, tetapi omongan turis tersebut ada benarnya juga. Bukit penanjakan bromo terlalu ramai, terlalu ruweh layaknya menonton konser di bagian festival. Esensi melihat keindahan matahari terbit jadi memudar karena banyak yang berteriak “wooy turun dong (dari pembatas) ngga keliatan nih” semua orang sibuk dengan kameranya masing-masing (termasuk saya).
Tetapi yang namanya melihat matahari terbit itu, ngga ada yang ngga indah. Iya ngga sih?
Setelah turun dari bukit penanjakan (jangan lupa jajan saat ngelewatin banyak warung, haha) balik lagi mengendarai jeep dan diajak ke kawah bromo, dikasih pilihan untuk naik kuda yang bayarannya seharga 3-4 kotak almond crispy cheese atau jalan kaki tetapi jauh banget itu, yowislah karena ngga mau capek dan keluar duit banyak, cuma foto-foto dan ngeliatin kuda mondar mandir.
Saya ngga mengeluarkan kamera sama sekali karena sumpah debunya ya berseliweran mulu kehembus angin, tutup hidung rapat-rapat dengan masker dan pakai kacamata.
Cuusss diajak lagi ke bukit savana yang sayangnya, saat itu baru saja sebagian lahannya terbakar. Dedaunan pada kering dan meranggas, bukitnya pun menjadi hitam 😦
Tetapi ngga menyurutkan keinginan untuk melakukan sesi foto-foto ala model majalah.

Setelah ke bukit savana diajak lagi ke tempat yang namanya pasir berbisik, sesuai namanya, yaaa tempatnya memang didominasi pasir. Ngga lebih. Saya aja bingung apa yang harus saya foto, dan malah numpang selfie sama teman-teman yang lain 😐

Tempat tersebut jadi ramai karena dulu pernah dijadikan tempat syuting film Pasir Berbisik, tau kan film yang dibintangi Dian Sastro dan Christine Hakim jaman dulu? *ketauan deh angkatan berapa*
Setelah puas menjelajah kawasan bromo, bersiap-siap lagi menuju Surabaya untuk balik ke Jakarta. Sampai jumpa lagi hey Malang dan Surabaya!
foto bintang2nya bagus banget! kalau pake digicam biasa aja gitu keliatan gak ya kira2? :’D
udah bener tuh sepertinya nggak ngeluarin kamera kalau main di tempat di mana debu2 beterbangan, ntar rusak haha
sama kayak gue di pantai sampe gak mau nyentuh pasir pake tangan kalau masih ada rencana foto2 X))
itu keren banget emang fotografernya lynn, dan sumpah itu mirip banget sama yg gue liat, klo pake digicam kayaknya susah ya, susah nahan dingin pas foto di luar sih, haha. Buka jendela sedikit aja langsung heboh kedinginan :))
Presy itu sampe penanjakan 1 aja ya? Huhu viewnya kereeennn! ❤
iya mit, baru jalan bentar laah udah nyampe ya, haha. viewnya keren tp klo ngeliat suasana disananya, beeeh ngeliat tanpa kehalang kepala orang aja itu perjuangan banget