lo kenapa?
ah, gapapa
bener?
iya bener gapapa 🙂
Sering ngga sih ngejawab pertanyaan kayak gitu? ketika kalian bersembunyi di balik jawaban “gapapa” atau “I’m Okay” padahal realitanya 100% berbeda.
******
Jadi ceritanya waktu mengikuti ujian penyesuaian ijazah, tahap akhir setelah mengikuti psikotest yaitu wawancara dengan psikolog.
Psikolog yang mewawancara saya saat itu fokus banget mencecar semua kekurangan/sifat negatif saya dibandingkan sisi positifnya.
Ngga banget sih, kesel iya.
Setelah ngobrol-ngobrol sambil sesekali melihat hasil psikotest saya, dia bilang seperti ini
sepertinya semua kekurangan yang kamu jabarkan itu cuma bersumber dari salah satu sifat jelek kamu aja
maksudnya bu?
iya, kalau saya perhatikan masalah kamu cuma ada di emosi. Kamu tuh orangnya introvert ya?
HAH? INTROVERT? duh mau ngakak dengernya :))
It’s not me at all
Baik-baik saya jelaskan kalau saya tidak seperti yang dia sebutkan.
Tetapi tetep lho dia ngga percaya. Dia sampai nanya soal kegiatan blogging saya, bertanya apa aja yang saya ceritakan di blog, apa saja yang saya ceritakan kepada orang tua dan teman-teman terdekat.
Hasilnya tetep kekeuh sama pendapat dia kalau saya itu orangnya tertutup, sensitif, dan menyebutkan sifat lainnya yang menurut saya bukan saya banget. Dia bilang saya terlalu banyak menahan emosi.
Tetapi makin lama ngobrol, makin banyak saran yang dia kasih buat saya, tanpa sadar saya mau nangis. Berusaha keras menahan air mata biar ngga malu.
Lama-lama tersadar, bahwa pekerjaan saya dan lingkungan sekitar merubah saya secara perlahan.
Saya, yang biasa bilang ngga suka kalau benar-benar ngga suka, yang biasa frontal melawan balik kalau ada orang melawan, yang biasa langsung kesal kalau ada orang yang ngomongin saya ngga benar, sekarang lebih banyak diam, banyak mengalah. Lebih berpikir tidak mau cari ribut, dan makin lama makin tidak peduli dengan komentar orang apapun itu.
Balik lagi ke persoalan mata saya berkaca-kaca di depan psikolog-nya, sepertinya dia sadar ya kalau ucapan dia itu ada benarnya (walaupun tetep saya meng-claim saya bukan 100% introvert). Mulailah tuh sarannya dia saya dengarkan baik-baik, termasuk untuk menceritakan lebih bebas apa isi pikiran saya ketika menulis blog.
Biar tidak ada beban katanya.
Termasuk berhenti berpura-pura ketika orang lain bertanya
are you okay?
You don’t have to say yes, I’m okay, but sometimes you can say
no, I’m not okay
faktor perkembangan umur juga ngaruh kali ya ke personality?
yes, it’s okay not to be okay 😉
mungkin kali ya lynn, pendewasaan secara terpaksa jadinya
waduh sampe mau nangis, jangan mau di ajak mind game sama orang psikolog deh mbak. di iya in aja, intropeksinya di rumah. hehe
hahaha diiyain aja, selain nangis karena ada benernya, sebenernya itu nangis juga karena saking keselnya ngga bisa ngelawan balik itu psikolog
Tes comment. Hehe.
HAHA. I know who you are